Punya Anak Buah Toxic? Leader Harus Apa Ya?
Tidak sedikit ditemukan dalam sebuah tim, ada satu atau dua orang yang cenderung bersikap negatif dalam aktivitas kerjanya.
Kadang dimulai dari kata-kata yang kurang baik, bermuka dua, terlihat seringkali memprovokasi, bersikap kurang disiplin, atau bahkan menebarkan energi negatif yang bikin suasana kerja jadi terasa kurang nyaman.
Kalau kamu adalah leader, tentu situasi seperti ini tidak dapat didiamkan begitu saja, meskipun tentu bukan suatu hal yang mudah. Di satu sisi kamu ingin menjaga hubungan baik dengan semua anggota tim, tapi di sisi lain kamu juga perlu menjaga atmosfer kerja agar tetap sehat dan produktif.
Jadi, apa yang sebaiknya kamu lakukan?
Berikut langkah-langkah sederhana yang bisa kamu coba 👇🏻
#1 Definisikan dulu “toxic” dalam versi kamu
Sebelum menilai seseorang sebagai “toxic”, penting banget untuk mendefinisikan dulu apa makna toxic menurut kamu dan perusahaan.
Kenapa ini penting? Karena jika kamu belum memiliki definisi yang jelas, penilaian bisa jadi bersifat subjektif.
Misalnya, apakah “toxic” berarti sering mengeluh? Tidak mau menerima feedback? Atau malah menyebarkan berita tidak benar di kantor?
Dengan mendefinisikan lebih spesifik, kamu bisa menilai perilaku tersebut secara objektif, bukan sekadar berdasarkan perasaan tidak suka. Dengan begitu, kamu sebagai leader punya pijakan yang lebih kuat untuk menentukan apakah seseorang benar-benar bersikap toxic atau hanya sedang menghadapi masa sulit di pekerjaannya.
#2 Tentukan skalanya dari yang paling ringan hingga paling berat
Setelah punya definisi, buat klasifikasi sederhananya. Misalnya:
- Level 1: Sikap negatif ringan tapi masih bisa diarahkan (contoh: kurang disiplin perihal kehadiran jam kerja/datang telat, banyak mengobrol hal di luar konteks kerja di jam kerja).
- Level 2: Sudah mulai mengganggu rekan kerja lain (contoh: cenderung marah-marah saat diajak bekerja sama, dengan sengaja memberikan output pekerjaan yang buruk atau lama).
- Level 3: Berdampak pada produktivitas dan suasana tim (contoh: memprovokasi, menyebar berita tidak benar, mengadu domba karyawan, bersikap tidak menghargai atasan).
Skala ini penting supaya kamu bisa menentukan prioritas tindakan. Nggak semua perilaku negatif harus langsung “ditindak tegas”. Ada kalanya cukup dengan counselling ringan atau diskusi personal saja.
#3 Lakukan man power mapping untuk tim kamu
Nah, di tahap ini kamu bisa mulai memetakan anggota tim berdasarkan pengamatan kamu, juga dari feedback orang-orang di sekitarnya.
Mapping ini membantu kamu melihat gambaran besar: siapa yang perlu perhatian lebih, siapa yang berpotensi positif, dan siapa yang mungkin sudah masuk ke kategori toxic.
Dengan cara ini, kamu bisa mengambil langkah berdasarkan data dan observasi, bukan hanya asumsi. Selain itu, mapping juga mempermudah kamu menjelaskan keputusanmu ke pihak manajemen atau HR kalau nanti dibutuhkan.
#4 Lakukan tindakan solutif, bukan hanya reaktif
Kalau dari hasil mapping ternyata ada anak buah yang cukup toxic, jangan langsung berpikir untuk memberi hukuman.
Coba mulai dulu dari langkah counselling. Tanyakan: apa yang sebenarnya membuat dia bersikap seperti itu? Bisa jadi ada masalah pribadi, beban kerja, atau ketidaksesuaian fungsi kerja.
Sebagai leader, fungsi kamu bukan hanya mengawasi tapi juga mengembangkan.
Kalau setelah beberapa kali counselling dan upaya perbaikan tidak ada perubahan signifikan, barulah pertimbangkan langkah lanjutan seperti punishment yang sesuai kebijakan perusahaan. Tujuannya bukan untuk menghukum, tapi untuk menjaga agar tim tetap sehat dan kinerja tetap terjaga.
Kenapa perlu sampai tahap punishment?
Karena membiarkan satu atau dua orang toxic tanpa tindakan bisa berdampak pada karyawan lainnya. Tim lain bisa berpikir bahwa perilaku negatif itu “boleh-boleh saja” karena tidak ada konsekuensi. Lama-lama, budaya tim bisa terpengaruh dan menjadi tidak sehat.
Makanya, penting banget bagi leader untuk menunjukkan bahwa setiap perilaku — baik positif maupun negatif — akan mendapat perhatian yang proporsional. Yang baik diapresiasi, dan yang buruk atau masih kurang perlu diperbaiki.
Jadi, jangan menormalisasi perilaku toxic dalam tim kamu, ya!
Sebaliknya, berikan perhatian dan tindakan solutif yang berdampak positif — baik untuk individu tersebut, maupun untuk keseluruhan tim.
Karena pada akhirnya, seorang leader bukan hanya tentang mengatur pekerjaan, tapi juga mengelola manusia dan budaya tim.
Kalau kamu berhasil menanganinya dengan bijak, itu bukan cuma menyelamatkan produktivitas, tapi juga menjaga keharmonisan kerja.
Semoga bermanfaat! 😊

And many More
0 Komentar